Jumat, 11 Maret 2016

Balada Pelepas Gerah

Sulit sekali mendapatkan ketenangan karena hawa panas yang menyelimuti indra perasa manusia. Apalagi jika sudah berkeringat, baju pun rela dilepaskan karena “gerah” melanda. Saat baju terlepas tak perduli bentuk perut, baik yang sudah kendur ataupun kotak-kotak sekalipun, pelepas baju seperti pemain musik di kapal Titanic yang disinyalir oleh Kapten Smith bahwa Tuhan sekalipun tak bisa menenggelamkan kapalnya, mereka berusaha menenangkan suasana gaduh para penumpang saat titanic akan tenggelam. Sementara mereka yang gerah berusaha menentramkan diri dengan kipas angin dan melepas baju sembari berharap agar hujan turun, menciptakan kesejukan yang semu.

Yang dinanti oleh hanya hujan turun untuk membasahi tanah yang kering, pun mengurangi suhu yang begitu panas. Penantian yang terus dipanjatkan oleh mereka yang kegerahan, seperti para fresh graduate yang menanti panggilan interview. Ya, sesuatu kabar yang sangat dinanti namun tak tau pasti kapan menghampiri. Dan sabar adalah kata populernya. Sementara pelepas gerah juga sabar menanti hujan turun, karena jika tidak, mereka akan gerah bergelimang emosi.

Seteguk air dingin dicampur minuman berenergi, disitulah letak nikmatnya kegerahan, dalam waktu sekejap air di wadah gelas besar pun habis diminumnya. Leher yang tadinya begitu kering, langsung basah seketika. Rasanya seperti suasana hati aktor Leonardo de Caprio yang mendapatkan piala Oscar setelah puasa gelar bertahun-tahun. Sementara pelepas gerah, tersenyum sambil menikmati sisa-sisa es batu di dalam gelas.

Badan lengket karena keringat yang belum kering sempurna, menimbulkan aroma badan yang tidak sedap. Namun para pelepas gerah merasa tidak sendirian, karena gerah ini sama rata dan sama rasa. Seperti fans Liverpool yang selalu menyanyikan lagu “You’ll Never Walk Alone” kepada tim kesayangannya, menang atau kalah tetap bergemuruh untuk mendukung, dan membuat bulu kuduk merinding. Sementara yang kegerahan saling mendukung dengan canda tawa dan senda gurau, sambil menghirup aroma badan yang tidak diketahui siapa pemiliknya.

Sebuah penantian bagi pelepas gerah menjadi kabar baik ketika awan mendung mulai terlihat. Munajat akan sebuah hujan akan segera terwujudkan, penantian bagi para pelepas gerah akan berbuah manis. Mereka mencintai hujan namun tidak melebihi cintanya kepada Tuhan. Sebuah kejutan awal dari hujan yakni aroma khas tanah kering yang bercampur dengan air hujan, menjadi awal ketenangan. Terima kasih Tuhan karena menurunkan hujan, ketenangan bagi para pelepas gerah.

Rabu, 28 Januari 2015

Bukan Soal Berjalan

        Sore itu di depan teras rumah, aku menikmati secangkir kopi hitam hangat  sambil menikmati suasana matahari yang akan jatuh ke peraduannya. Namun mata ini tertuju kepada seorang anak kecil sedang belajar berjalan sembari ditemani ibunya.

       Aku amati bocah kecil tersebut, ketika jatuh bangkit kembali, jatuh dan kembali bangkit.. begitupun seterusnya hingga ibunya menghampiri sambil mengusap pundak bocah tersebut karena menangis jatuh berulang kali.

        Bocah tersebut kemudian diam lalu ibunya pun membiarkan anaknya berdiri lagi dan kembali bocah itu melakukan aksinya. Kali ini sekitar 5 meter dia berhasil melangkahkan kakinya. Nampak raut wajah ceria dari bocah tersebut yang baru saja berjalan jauh. Pun ibunya hanya bisa mencium pipi gembul dari bocah tersebut. Wujud kebahagiaaan kecil dari Sang Pencipta, pikirku.

        Tiba - tiba terdengar kalimat "tuh le, anak kecil aja kalo jatuh bisa bangun  lagi biar bisa jalan", ibuku yang sedang menggosok baju menyaut dari dalam rumah. Dalam hatiku ternyata ia juga melihat aksi bocah tersebut.

       Terbesit pikiran bahwa semangat juang memang sudah tertanam dari kecil, dapat dibayangkan bila bocah tersebut sudah putus asa mungkinkah kelak dia bisa berjalan.
Kita adalah hasil perjuangan yang tak hanya soal berjalan. Untuk apa menyerah?